Setiap tahun, tim Kamis setelah PentakostaGereja merayakan pesta liturgi tunggal: perayaan fiesta de Jesucristo, Sumo y Eterno Sacerdote. Ini bukan sekadar peringatan liturgis, tetapi sebuah undangan yang mendalam untuk merenungkan inti dari misteri Kristiani: Kristus yang mempersembahkan diri-Nya kepada Bapa untuk keselamatan duniadan yang mengasosiasikan para imam Gereja dengan pengorbanan ini.
Perayaan ini memiliki Kristus sebagai pusatnya di dalam dimensi keimamanyaitu sebagai pengantara antara Allah dan manusia (bdk. 1 Tim. 2:5). Dia tidak merayakan momen tertentu dalam hidupnya (seperti Natal atau Paskah), tetapi lebih kepada makhluk imamat yang kekalsesuai dengan urutan Melkisedek (bdk. Ibr. 5,6).
Yesus bukanlah seorang imam seperti imam-imam di bait suci Yahudi. Dia adalah imam yang sempurna karena menawarkan bukan kurban hewan, tetapi tubuh dan darahnya sendiri. dalam ketaatan dan kasih kepada Bapa. Seperti yang dikatakan dalam Surat Ibrani: "Kristus telah datang sebagai Imam Besar dari hal-hal yang baik yang akan datang ... bukan dengan darah kambing atau anak lembu, tetapi dengan darah-Nya sendiri Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat kudus dan telah mengadakan penebusan untuk selama-lamanya." (Ibr. 9:11-12).
Perayaan ini diperkenalkan ke dalam kalender liturgi oleh beberapa uskup - terutama di Spanyol dan Amerika Latin - pada abad ke-20, dan disetujui oleh Kongregasi Ibadat Ilahi pada tahun 1987. Sejak saat itu, perayaan ini telah diadopsi oleh banyak keuskupan di seluruh dunia.
Gereja mengajarkan bahwa Kristus adalah imam, korban, dan altar pada saat yang bersamaan. Dia bukan hanya orang yang menawarkan, tetapi juga orang yang orang yang menyerahKristus, imam abadi, dengan mengurbankan tubuh-Nya, sekali untuk selamanya, telah menyelesaikan karya penebusan manusia" (Kata Pengantar Misa pesta ini).
Pada Perjamuan Terakhir, Dia secara sakramental mengantisipasi pengorbanan yang akan Dia lakukan di kayu salib. Sejak saat itu, setiap Misa adalah aktualisasi nyata dan sakramental dari satu kurban itu. Hal ini tidak diulang, tetapi dihadirkan oleh kuasa Roh Kudus.
Itulah sebabnya, ketika para imam merayakan Ekaristi, bertindak "in persona Christi Capitis". (di dalam pribadi Kristus Sang Kepala), bukan sebagai delegasi atau perwakilan belaka. Kristus sendirilah yang bertindak melalui mereka.
Festival ini juga merupakan kesempatan istimewa untuk berdoa untuk para imam. Mereka telah dikonfigurasikan dengan Kristus Sang Imam untuk melanjutkan misi-Nya. Yohanes Paulus II: "Imamat pelayanan mengambil bagian dalam imamat Kristus yang satu dan memiliki tugas untuk mempersembahkan kurban penebusan di setiap zaman" (Surat kepada Para Imam, Kamis Putih 1986).
Saat ini, lebih dari sebelumnya, para imam membutuhkan kedekatan, kasih sayang dan doa-doa kita. Misi mereka indah, tetapi juga menuntut. Mereka adalah alat kasih Kristus, tetapi mereka tidak terbebas dari kesulitan, kelelahan dan godaan.
Oleh karena itu, festival ini juga merupakan Panggilan untuk memperbarui kasih dan dukungan bagi para pendeta kita. Ini juga merupakan hari untuk panggilan untuk panggilan imamat yang baru. Gereja membutuhkan orang-orang yang, dalam kasih kepada Kristus, siap untuk menghabiskan hidup mereka dalam pelayanan Injil.
Merenungkan Kristus sebagai Imam Agung dan Kekal berarti merenungkan Hati-Nya, pemberian diri-Nya, ketaatan-Nya kepada Bapa dan belas kasih-Nya kepada umat manusia. Ia menjadi imam untuk bersyafaat bagi kita tanpa henti-hentinyaSeperti yang dikatakan oleh Ibrani: "Ia berkuasa menyelamatkan mereka yang datang kepada Allah melalui Dia, karena Ia senantiasa hidup untuk menjadi pengantara mereka" (Ibr. 7:25).
Dalam dunia yang ditandai dengan kemandirian, ketergesa-gesaan, dan kepura-puraan, memandang kepada Kristus Sang Imam adalah sebuah panggilan untuk hidup sebuah spiritualitas pemberian diri, syafaat dan pelayanan yang hening. Kristus tidak memaksakan diri-Nya sendiri: Ia menawarkan diri-Nya sendiri. Ia tidak menuntut: Ia memberikan diri-Nya sendiri. Ia tidak pamer: Ia memberikan diri-Nya secara ekstrem.
Bagi umat awam, pesta ini juga merupakan pengingat bahwa semua orang yang dibaptis mengambil bagian dalam imamat Kristus. Petrus mengatakannya dengan jelas: "Kamu adalah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri" (1 Petrus 2:9).
Ini imamat umum umat beriman dihidupi dalam persembahan sehari-hari, dalam doa, dalam amal, dalam kesaksian hidup. Setiap orang Kristen dipanggil untuk mempersembahkan hidupnya sebagai persembahan rohani yang berkenan kepada Allah (bdk. Rm. 12:1).
Perayaan Yesus Kristus, Imam Besar dan Kekal, mengundang kita untuk melihat ke altar dengan iman yang barudan untuk menyadari bahwa Kristus sendiri sedang bekerja di sana. Ia mengingatkan kita bahwa keselamatan tidak berasal dari perbuatan kita, tetapi dari pengorbanan Kristus.. Dan bahwa pengorbanan ini bersifat kekal, selalu hidup, selalu efektif.
Ini adalah sebuah perayaan Ekaristi yang sangat mendalam, sangat imamat dan sangat gerejawi. Ini adalah kesempatan untuk berterima kasih kepada Kristus atas pemberian diri-Nya, untuk berdoa bagi mereka yang telah dipanggil untuk mewakili-Nya secara sakramental, dan untuk mempersembahkan diri kita bersama-Nya kepada Bapa, demi kebaikan dunia.
1. ¿CuÔl es la identidad del sacerdote? La de Cristo. Todos los cristianos podemos y debemos ser no ya alter Christus sino ipse Christus, otros Cristos, ”el mismo Cristo! Pero en el sacerdote esto se da inmediatamente, de forma sacramental (Amar a la Iglesia, 38).
2. A los sacerdotes se nos pide la humildad de aprender a no estar de moda, de ser realmente siervos de los siervos de Dios (...), para que los cristianos corrientes, los laicos, hagan presente, en todos los ambientes de la sociedad, a Cristo (Conversaciones, 59).
Seorang imam yang menghayati Misa Kudus dengan cara ini - memuja, mendamaikan, mengampuni, mengucap syukur, mengidentifikasikan dirinya dengan Kristus - dan yang mengajar orang lain untuk menjadikan Kurban Altar sebagai pusat dan akar kehidupan orang Kristen, akan benar-benar menunjukkan kebesaran panggilannya yang tak tertandingi, karakter yang dengannya dia dimeteraikan, yang tidak akan hilang selama-lamanya (Mencintai Gereja, 49). (Amar a la Iglesia, 49).
4. He concebido siempre mi labor de sacerdote y de pastor de almas como una tarea encaminada a situar a cada uno frente a las exigencias completas de su vida, ayudĆ”ndole a descubrir lo que Dios, en concreto, le pide, sin poner limitación alguna a esa independencia santa y a esa bendita responsabilidad individual, que son caracterĆsticas de una conciencia cristiana (Es Cristo que pasa, 99).
5. ”Valor de la piedad en la Santa Liturgia!
Nada me extrañó lo que, hace unos dĆas, me comentaba una persona hablando de un sacerdote ejemplar, fallecido recientemente: Ā”quĆ© santo era!
āĀæLe trató Vd. mucho?, le preguntĆ©.
āNo āme contestóā, pero le vi una vez celebrar la Santa Misa (Forja, 645).
6. No quiero āpor sabidoā dejar de recordarte otra vez que el Sacerdote es "otro Cristo". āY que el EspĆritu Santo ha dicho: "nolite tangere Christos meos" āno querĆ”is tocar a "mis Cristos" (Camino, 67).
7. El trabajo āpor decirlo asĆā profesional de los sacerdotes es un ministerio divino y pĆŗblico, que abraza exigentemente toda la actividad hasta tal punto que, en general, si a un sacerdote le sobra tiempo para otra labor que no sea propiamente sacerdotal, puede estar seguro de que no cumple el deber de su ministerio (Amigos de Dios, 265).
8. Cristo, que subió a la Cruz con los brazos abiertos de par en par, con gesto de Sacerdote Eterno, quiere contar con nosotros āĀ”que no somos nada!ā, para llevar a "todos" los hombres los frutos de su Redención (Forja, 4).
9. Ni a la derecha ni a la izquierda, ni al centro. Yo, como sacerdote, procuro estar con Cristo, que sobre la Cruz abrió los dos brazos y no sólo uno de ellos: tomo con libertad, de cada grupo, aquello que me convence, y que me hace tener el corazón y los brazos acogedores, para toda la humanidad (Conversaciones, 44).
10. Aquel sacerdote amigo trabajaba pensando en Dios, asido a su mano paterna, y ayudando a que los demĆ”s asimilaran estas ideas madres. Por eso, se decĆa: cuando tĆŗ mueras, todo seguirĆ” bien, porque continuarĆ” ocupĆ”ndose Ćl(Surco, 884).
11. Me convenció aquel sacerdote amigo nuestro. Me hablaba de su labor apostólica, y me aseguraba que no hay ocupaciones poco importantes. Debajo de este campo cuajado de rosas ādecĆaā, se esconde el esfuerzo silencioso de tantas almas que, con su trabajo y oración, con su oración y trabajo, han conseguido del Cielo un raudal de lluvias de la gracia, que todo lo fecunda (Surco, 530).
12. ”Vive la Santa Misa!
āTe ayudarĆ” aquella consideración que se hacĆa un sacerdote enamorado: Āæes posible, Dios mĆo, participar en la Santa Misa y no ser santo?
āY continuaba: Ā”me quedarĆ© metido cada dĆa, cumpliendo un propósito antiguo, en la Llaga del Costado de mi SeƱor!
āĀ”AnĆmate! (Forja, 934).
Untuk menjadi seorang Kristen - dan secara khusus menjadi seorang imam, mengingat juga bahwa semua yang dibaptis berbagi dalam imamat kerajaan - adalah untuk terus menerus berada di Salib. (Forja, 882).
14. No nos acostumbremos a los milagros que se operan ante nosotros: a este admirable portento de que el SeƱor baje cada dĆa a las manos del sacerdote. JesĆŗs nos quiere despiertos, para que nos convenzamos de la grandeza de su poder, y para que oigamos nuevamente su promesa: venite post me, et faciam vos fieri piscatores hominum, si me seguĆs, os harĆ© pescadores de hombres; serĆ©is eficaces, y atraerĆ©is las almas hacia Dios. Debemos confiar, por tanto, en esas palabras del SeƱor: meterse en la barca, empuƱar los remos, izar las velas, y lanzarse a ese mar del mundo que Cristo nos entrega como heredad (Es Cristo que pasa, 159).
Si es verdad que arrastramos miserias personales, tambiƩn lo es que el SeƱor cuenta con nuestros errores. No escapa a su mirada misericordiosa que los hombres somos criaturas con limitaciones, con flaquezas, con imperfecciones, inclinadas al pecado. Pero nos manda que luchemos, que reconozcamos nuestros defectos; no para acobardarnos, sino para arrepentirnos y fomentar el deseo de ser mejores (Es Cristo que pasa, 159).
15. Sacerdote, hermano mĆo, habla siempre de Dios, que, si eres suyo, no habrĆ” monotonĆa en tus coloquios (Forja, 965).
16. La guarda del corazón. āAsĆ rezaba aquel sacerdote: "JesĆŗs, que mi pobre corazón sea huerto sellado; que mi pobre corazón sea un paraĆso, donde vivas TĆŗ; que el Ćngel de mi Guarda lo custodie, con espada de fuego, con la que purifique todos los afectos antes de que entren en mĆ; JesĆŗs, con el divino sello de tu Cruz, sella mi pobre corazón" (Forja, 412).
17. Cuando daba la Sagrada Comunión, aquel sacerdote sentĆa ganas de gritar: Ā”ahĆ te entrego la Felicidad! (Forja, 267)
18. Para no escandalizar, para no producir ni la sombra de la sospecha de que los hijos de Dios son flojos o no sirven, para no ser causa de desedificación..., vosotros habéis de esforzaros en ofrecer con vuestra conducta la medida justa, el buen talante de un hombre responsable (Amigos de Dios, 70).